Tuesday, July 27, 2004

Antara Dunia dan Ironi Penyusunnya

Terhenyak
Tersadar
Menangis
Bersyukur
Kali ini tidak sendiri

Ironi-ironi
Atau dua sisi mata uang
Cermatilah..
Dunia dibangun daripadanya

Terra Incognia
Sebuah simulakra ketidakpastian
Yang bertahan menjadi pemenang
Yang lemah terhempas zaman

Di satu sisi
Orang-orang berteriak serukan damai
Lewat demo di jalan-jalan
Sampai sidang-sidang di lembaga internasional
Namun tak sanggup hentikan
Amerika dan Inggris menggempur Irak

Ketika anti korupsi dan penanggulangannya
Berhembus dan digalakkan
Antek-antek pemerintah ditemani konglomerat hitam
Melembagakannya, lalu berjalan mengangkat dagu
Seperti tak terjadi apa-apa

Kalau kau lihat mal-mal ibukota
Orang-orang belanjakan jutaan rupiah
Lewat visa dan master cardnya
Sementara di bis-bis kota, yang masih juga di ibukota
Berbekalkan tutup coca cola, gitar, biola atau gendang seadanya
Anak-anak kecil dekil dan lusuh
Meminta belas kasihan
“kami belum makan Bu, masih menunggak uang sekolah Pak”
Entah siapa yang peduli


Hukum bagaikan benang basah
Setidaknya di negeri kami ini
Namun hargailah hakim-hakim
Yang mati tertembus peluru panas
Atau jaksa yang tak jauh juga nasibnya dengan hakim
Harga kejujuran ternyata mahal

Gedung-gedung pernikahan ramai sepanjang tahun
Membuat orang-orang menjadi berlomba-lomba
Bila ingin menikmati hari bahagia bersama-sama
Namun KUA juga tidak pernah sepi
Dari gugatan-gugatan cerai
Akhir dari sebuah cinta yang dulu pernah diikrarkan
Di depan Tuhan, disaksikan 1000 malaikat


Tak akan cukup kertas ini
Menyusun ribuan-ribuan ironi
Yang menyangga dunia agar tidak hancur sebelum waktunya
Yang membuat adrenalin naik turun


Bila kau belum tahu apa peranmu
Maka jangan berhenti mencari
Bila kau pikir kau sudah tahu
Tak usah kau cemas
Akan besar atau kecilnya

Mungkin kadang kau tak tahan
Tapi jangan-jangan kau akan mati
jika tidak menjadi bagian darinya
Ironi-ironi yang menyusun dunia
Dan membuatnya menjadi sempurna

c)RDS, Senin 26 juli 2004
di jantung pemilihan umum
ketika menyadari bahwa hidup adalah sebuah ironi..

Tuesday, July 20, 2004

Aku Ingin Seperti Kamu

Tuhan,
aku ingin seperti Kamu
yang suka mengasihi
yang memberi tanpa takut terkurangi
dan tentu saja tidak pakai pamrih
Kamu berikan oksigen cuma-cuma
tanpa pandang bulu
entah dia pencuri kelas teri yang hanya bisa menyolong ayam
atau koruptor kelas kakap yang mainannya triliyunan rupiah
entah dia presiden ataupun hanya pak RT
kepada ibu pembuang anaknya, atau suami yang tidak adil pada isteri-isterinya
atau sebut saja, pemerkosa, pembunuh, kyai, direktur, dosen
orang cantik, jelek, hitam, putih, kuning, merah

ingin aku kaya raya
seperti Kamu itu
juga punya sayap
hingga bisa kubertemu Haryanto
bayarkan Rp.2500 biaya ekstrakulikuler
jadi takkan pernah terlintas di benaknya
untuk menggantung diri lalu berakhir konyol
di bangsal RS dengan sel otak yang menciut

aku juga pasti akan pergi ke toko elektronik
untuk belikan Usuf televisi
mungkin memang tidak sebesar bioskop 21
dengan layar besar dan suara menggelegar
namun kuyakin dapat mencegahnya
menghadap-Mu berhiaskan tali rafia di lehernya
akan kuambil uang tabunganku
dan berlari mengejar Soleh sebelum dia mencoba racun tikus,
sehingga dia bisa ikut ujian akhir sekolahnya
dan menunda bertemu Kamu

aku ingin punya tangan besar seperti punya-Mu
untuk peluk semua manusia yang terlupakan
pun, semoga aku boleh pinjam telinga Kamu
dengannya, akan kudengarkan keluh kesah insan gelisah
yang kelelahan bertahan dari kerasnya hidup
dan terlindas ketidakadilan

namun, aku tahu aku bukan Kamu
toh, tak perlu kaya raya untuk peduli
sesungging senyum adalah anugrah
ucapan salam adalah hadiah
peduli adalah rahmat
dan empati adalah surga

Tuhan,
aku ingin seperti Kamu..

(c)RDS, 20juli2004, 10:14am
ketika peduli amat mahal harganya